Selasa, 02 Juni 2009

KONVENSI RAMSAR DAN DISTRIBUSI LAHAN BASAH DI KALIMANTAN SELATAN

Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan yang ditandatangani di kota Ramsar, Iran. Konvensi Ramsar disusun dan disetujui negara-negara peserta sidang pada tanggal 2 Februari 1971 dan mulai berlaku 21 Desember 1975. Nama resmi konvensi ini adalah The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat. Konvensi Ramsar diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. Beberapa keputusan penting dalam Konvensi Ramsar antara lain: (1) Merasa percaya bahwa konservasi lahan basah berikut flora dan faunanya dapat dijamin oleh perpaduan kebijakan-kebijakan nasional yang berwawasan luas dengan tindakan internasional yang terkoordinasi; (2) Pasal 2: Setiap anggota hendaknya menunjuk lahan basah yang baik di dalam daerahnya untuk dicantumkan pada Daftar Lahan Basah Kepentingan Internasional. Indonesia: (a) TN. Berbak – Jambi; (b) SM. Danau Sentarum; dan (3) Pasal Para anggota hendaknya merumuskan dan melaksanakan perencanaannya dalam rangka meningkatkan pelestarian lahan basah yang termasuk dalam daftar dan sejauh mungkin memanfaatkan lahan basah secara bijaksana di dalam daerahnya.

Definisi lahan basah menurut Konvensi Ramsar 1991 adalah daerah payau, paya, tanah gambut atau perairan, baik yang bersifat alami maupun buatan, tetap ataupun sementara, dengan perairannya yang tergenang ataupun mengalir, tawar, agak asin ataupun asin, termasuk daerah-daerah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut

Luas lahan basah (wetland) di dunia mencapai 8.558.000 km2 atau lebih dari 6% luas permukaan bumi yang terbagi atas zona polar 200.000 km2; Boreal 2.558.000 km2; sub Boreal km2; sub tropis km2 dan zona tropis 2.638.000 km2 (Maltby and Tuner, 1983). Indonesia termasuk ke dalam tujuh negara di Asia Pasifik yang mempunyai lahan basah yang didukung oleh keanekaragaman lahan basah yang luas. Kini, luas lahan basah di Indonesia adalah sekitar 30,3 juta ha.Sejumlah 1.616 lokasi lahan basah dengan luas keseluruhan 1.455.000 km² dimasukkan ke dalam Daftar Ramsar Lahan Basah Penting bagi Dunia. Lokasi lahan basah yang dilindungi Konvensi Ramsar disebut situs Ramsar. Negara yang memiliki situs Ramsar terbanyak adalah Britania Raya (164 situs), sedangkan Kanada memiliki situs Ramsar terluas dengan sekitar 130.000 km² lahan basah, termasuk Teluk Queen Maud yang luasnya 62.800 km².

LAHAN BASAH DI KALIMANTAN SELATAN

Lahan basah di Kalimantan Selatan terdiri atas tanah gambut, tanah rawa, dan tanah alluvial dengan tingkat biodiversitas yang cukup tinggi. Tanah gambut ialah tanah dengan lapisan setebal sekurang-kurangnya 50 cm. Yang berlapisan gambut lebih tipis dapat dinamakan glei humik. Tanah rawa dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari dua golongan tanah, yaitu tanah hidromorfik kelabu atau tanah glei humik rendah. Salah satu contoh persebaran lahan basah di Kalimantan Selatan di antaranya adalah Pulau Kaget dengan hutan mangrovenya (tanah alluvial/berlumpur).

Sebagian kawasan Pulau Kaget telah ditetapkan seluas 63,60 Ha dengan fungsi Suaka Margasatwa pada tanggal 27 September 1999 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 772/Kpts-II/1999. Pulau yang terletak dekat muara Sungai Barito dengan perwakilan tipe ekosistem hutan mangrovenya memiliki flora dan fauna khas hutan mangrove merupakan keunikan tersendiri kawasan ini.

Hutan mangrove dengan komposisi jenis flora seperti rambai (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fructicans), bakung (Crinum asiaticum), jeruju (Acanthus ilicifolius), dan lain-lain. Selain bekantan (Nasalis larvatus) hutan mangrovenya menjadi habitat fauna seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster), elang bondol (Haliastur indus), raja udang biru (Halycon chloris), dan lain-lain.

Berdasarkan batas wilayah administrasi pemerintahan, Kawasan Cagar Alam Pulau Kaget termasuk dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Kuala, Kecamatan Tabungamen, Kelurahan Tabungamen Muara. Walaupun demikian, Cagar Alam Pulau Kaget jaraknya lebih dekat dari Kota Madya Banjarmasin dibandingkan dari Kota Marabahan sebagai Ibukota Kabupaten Barito Kuala.

Beberapa contoh persebaran lahan basah yang lain di Kalimantan Selatan di antaranya adalah Taman Hutan Raya di Mandiangin, Loksado, dan kawasan kuala seperti Kuala Kapuas. Di mana letaknya di muara sungai, tempat air tawar (sungai) bertemu dengan air laut sehingga nerupakan air payau.

2 komentar: